Selasa, 27 Desember 2016

WAYANG GOLEK




Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan. Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan ”bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang wong, dari semua wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain. Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.
Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden.Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an. Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug. Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.
Selain itu, karena ke khasanya wayang golek juga sering difungsikan sebagai sufenir / tanda mata khas tanah Sunda. Harga wayang golek relatif murah, kisaranya sangat ditentukan oleh ketelitian dari ukiran / tingkat kesulitan dalam pembuatanya juga bahan bakunya. Menurun Mang Iin salah satu pengrajin Wayang golek dari daerah Rancakalong, Sumedang, untuk wayang dengan detail yang tidak terlalu rumit beliau bisa menyelesaikan 3-4 buah wayang sehari, sedangkan untuk wayang dengan detail / kualitas tinggi bisa membutuhkan waktu 3-4 hari untuk menyelesaikan sebuah wayang. Pada umumnya wayang dibuat dari kayu albasia dipasarkan dengan kisaran harga Rp. 15.000 / unit lengkap dengan pakaian dan aksesoris. Sedangkan wayang kualitas lebih baik dengan menggunakan kayu mahoni dll. dipasarkan dengan harga Rp. 40.000 s/d Rp. 150.000 / unit.
Menurut sejarah, wayang golek pertama kali dibuat oleh Sunan Kudus pada tahun 1583. Waktu itu, Sunan Kudus membuat wayang dari kayu menyerupai boneka golek. Karena itu, wayang jenis ini dinamakan wayang golek. Wayang golek dimainkan pada siang hari dan tidak memerlukan kelir (layar). Berbeda dengan wayang kulit yang biasa dimainkan pada malam hari dan menggunakan kelir.
Awalnya, pertunjukan wayang golek dijadikan sebagai cara untuk menyebarkan agama Islam oleh Sunan Kudus. Kini, pertunjukan wayang golek digelar untuk berbagai tujuan. Misalnya, hiburan di saat hajatan, perayaan ulang tahun, sampai untuk ruwatan (acara tradisional untuk bersih-bersih).

Jenis Wayang Golek
Pertunjukan wayang golek dimainkan dalam bahasa Sunda dan diiringi musik gamelan Sunda (salendro). Ada tiga jenis wayang golek.
Pertama, wayang golek cepak. Wayang golek cepak dikenal di Cirebon. Disebut wayang cepak karena bentuk kepala wayangnya datar. Lakon dalam wayang cepak biasanya cerita babad (sejarah) dan legenda.
Kedua, wayang golek purwa. Wayang golek purwa khusus membawakan cerita Mahabarata dan Ramayana.
Ketiga, wayang golek modern. Nah, tokoh wayang golek modern tidak selalu tokoh pewayangan. Bisa pula tokoh-tokoh yang ada di masyarakat, sesuai kehidupan modern. Pementasannya pun menggunakan trik khusus atau listrik. Wayang golek modern dipelopori oleh Asep Sunandar Sunarya dari Bandung. Salah satu ciptaannya adalah tokoh Cepot yang bisa makan mi.
Si Cepot
Dalam masyarakat Sunda, tokoh wayang yang sering ditunggu kemunculannya adalah tokoh Cepot alias Sastra Jingga. Walaupun bukan golongan raksasa, Cepot digambar dengan warna dasar merah. Cepot digambarkan sebagai tokoh yang suka melucu, nakal, namun bijaksana. Biasanya, para dalang menggunakan Cepot untuk menyampaikan pesan bagi penonton. Baik berupa kritikan, nasihat, ataupun sindiran. Pesan-pesan itu disampaikan sambil guyon (melucu). Terkadang, cerita yang dibawakan hanya cerita pendek, namun guyonannya sangat panjang. Istilahnya, ceritanya hanya satu meter, tapi guyonannya bisa tiga meter. Karena itu, cerita wayang golek selalu bisa menghibur penonton.
Wayang berasal dari kata wayangan yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena sumber aslinya telah hilang, di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animism menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’ agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala (masih ingat lakon ‘sudamala’, kan?) di tahun (898 – 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang seperti yang tertulis dalam prasasti balitung sigaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara (terjemahan kasaran-nya kira-kira begini : menggelar wayang untuk para hyang menceritakan tentang bima sang kumara) di jaman mataram hindu ini, ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi) pada masa raja darmawangsa, 996 – 1042 M
Mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa dirakit menjadi sembilan parwa bahasa jawa kuna lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa di masa raja erlangga sampai di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya mpu sedah mulai menyusun serat bharatayuda yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh tak puas dengan itu saja, mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa dan kemudian serat gatutkacasraya menurut serat centhini, sang jayabaya lah yang memerintahkan menuliskan ke rontal (daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan tali) di jaman awal majapahit wayang digambar di kertas jawi (saya juga tidak tahu, apa arti ‘kertas jawi’ ini ) dan sudah dilengkapi dengan berbagai hiasan pakaian masa-masa awal abad sepuluh bisa kita sebut sebagai globalisasi tahap satu ke tanah jawa kepercayaan animisme mulai digeser oleh pengaruh agama hindu yang membuat ‘naik’-nya pamor tokoh ‘dewa’ yang kini ‘ditempatkan’ berada di atas ‘hyang’
Abad dua belas sampai abad limabelas adalah masa ‘sekularisasi’ wayang tahap satu dengan mulai disusunnya berbagai mythos yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa abad limabelas adalah dimulainya globalisasi jawa tahap dua kini pengaruh budaya islam yang mulai meresap tanpa terasa dan pada awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak ( 1500 – 1550 M ) ternyata banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam maka raden patah memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang yang segera dilaksanakan oleh para wali secara gotongroyong wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit) segera direka-ulang dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan (di wilayah kerajaan demak masa itu, sapi tidak boleh dipotong untuk menghormati penganut hindu yang masih banyak agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara . . . )
Gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat tanduk kerbau, dan disimping sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya sunan prawata menambahkan tokoh raksasa dan kera dan juga menambahkan beberapa skenario cerita raden patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan sunan kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu kini terdiri dari batang pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan
Sunan kudus kebagian tugas men-dalang ‘suluk’ masih tetap dipertahankan, dan ditambah dengan greget saut dan adha-adha pada masa sultan trenggana bentuk wayang semakin dipermanis lagi mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan (tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau tipis) susuhunan ratu tunggal, pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah dia ciptakan model mata liyepan dan thelengan (joan crawford pun mestinya bayar royalti pada dia, nih !), selain wayang purwa sang ratu juga memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar di lingkungan dalam keraton saja sementara untuk konsumsi rakyat jelata sunan bonang menyusun wayang damarwulan jaman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru wayang gedhog dan wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada lekukan pada tatahan) bentuk wayang semakin ditata : raja dan ratu memakai mahkota/topong rambut para satria mulai ditata, memakai praba dan juga mulai ditambahkan celana dan kain, di jaman ini pula lah sunan kudus memperkenalkan wayang golek dari kayu sedang sunan kalijaga menyusun wayang topeng dari kisah-kisah wayang gedog dengan demikian wayang gedog pun sudah mulai memasyarakat di luar keratin di masa mataram islam wayang semakin berkembang
Panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung dan hewan hutan dan rambut wayang ditatah semakin halus sultan agung anyakrawati menambahkan unsur gerak pada wayang kulit pundak, siku, dan pergelangan wayang mulai diberi sendi posisi tangan berbentuk ‘nyempurit’ dengan adanya inovasi ini muncul pula tokoh baru : cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan sultan agung anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang bentuk mata semakin diperbanyak dan pada beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk)
Setelah semua selesai dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru raksasa berambut merah bertaji seperti kuku yang akhirnya disebut ‘buta prapatan’ atau ‘buta rambutgeni’ (catatan hms : mungkinkah ini ada kaitannya dengan berdirinya voc di tahun 1602 ? ) berbagai inovasi dan reka-ulang wayang masih terus berlangsung dari jaman mataram islam sampai jaman sekarang a.l. dengan munculnya ide-ide ‘nyeleneh’ para dhalang berbagai peralatan elektronis mulai ikut berperan dalam tata panggung maupun perangkat gamelan begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan oleh ki dhalang, pesinden, maupun para juru karawitan dalam hal skenario-nya pun senantiasa ada pergeseran sehingga kini sudah semakin sulit dihakimimana yang cerita ‘pakem’ dan mana ‘carangan’ (cerita tentang asal-usul semar, misalnya, ada beberapa versi yang semuanya layak untuk dipelajari ).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar